Satukota.com – Perdebatan mengenai bahaya konsumsi gula berlebihan dibandingkan dengan merokok semakin mencuat di kalangan masyarakat dan pakar kesehatan.
Kedua kebiasaan ini telah lama dikaitkan dengan berbagai penyakit kronis yang mengancam kesehatan publik.
Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah: mana yang lebih berbahaya antara keduanya?
Merokok telah lama dikenal sebagai penyebab utama berbagai penyakit serius.
Menurut lembaga kesehatan global, merokok menyebabkan hampir setengah juta kematian setiap tahun di negara-negara maju akibat kanker, penyakit jantung, stroke, dan penyakit paru-paru kronis (pafimarneda.org).
Di sisi lain, konsumsi gula berlebih juga memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan.
Berdasarkan studi kesehatan terbaru, konsumsi gula tambahan yang tinggi dapat meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan peradangan kronis dalam tubuh, yang keduanya merupakan penyebab penyakit jantung.
Menariknya, pola makan tidak sehat yang didominasi oleh gula berlebih disebut sebagai penyebab lebih dari 10 juta kematian yang bisa dicegah setiap tahun di seluruh dunia.
Namun, penting untuk dicatat bahwa merokok tidak memiliki tingkat konsumsi yang aman, sementara gula dalam jumlah terbatas masih dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber energi.
Organisasi kesehatan dunia merekomendasikan agar konsumsi gula tambahan tidak melebihi 10% dari total asupan kalori harian, dan idealnya kurang dari 5%.
Di Indonesia sendiri, prevalensi merokok masih tergolong tinggi, khususnya di kalangan pria dewasa.
Berdasarkan data riset kesehatan nasional, sekitar sepertiga penduduk Indonesia berusia di atas 15 tahun merupakan perokok aktif.
Sementara itu, konsumsi gula juga mengalami tren peningkatan seiring dengan perkembangan industri makanan dan minuman manis.
Banyak produk makanan olahan kini mengandung gula tambahan tersembunyi, membuat masyarakat kesulitan mengontrol asupan gula harian mereka.
Dari sisi kebijakan kesehatan, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai langkah untuk menekan angka perokok melalui kampanye publik dan pembatasan iklan rokok.
Namun, kebijakan serupa yang menargetkan pengendalian konsumsi gula masih tergolong minim dan belum menyeluruh.
Beberapa negara lain telah menerapkan pajak tinggi pada minuman dan makanan dengan kadar gula tinggi untuk mengurangi konsumsi masyarakat.
Langkah seperti itu dapat menjadi inspirasi bagi pemerintah Indonesia dalam merumuskan kebijakan yang lebih efektif terhadap konsumsi gula.
Dalam konteks kesehatan individu, kesadaran masyarakat terhadap risiko konsumsi gula berlebih dan merokok harus terus ditingkatkan.
Pola hidup sehat, termasuk membaca label nutrisi dengan cermat, mengurangi konsumsi minuman manis, dan menjauhi rokok, perlu dibiasakan sejak dini.
Dari sudut pandang medis, merokok memberikan dampak kesehatan yang lebih langsung dan mematikan dibandingkan dengan gula.
Namun, efek konsumsi gula yang berlebih tetap berbahaya dalam jangka panjang karena berkontribusi terhadap berbagai penyakit metabolik.
Oleh karena itu, mengatasi kedua isu ini membutuhkan pendekatan komprehensif yang melibatkan kebijakan publik, edukasi masyarakat, dan penguatan layanan kesehatan.
Dengan langkah yang tepat, masyarakat Indonesia dapat membentuk gaya hidup yang lebih sehat dan meminimalkan risiko terkena penyakit tidak menular.
Pencegahan yang berbasis pengetahuan dan dukungan lingkungan yang sehat akan menjadi kunci untuk menurunkan beban penyakit kronis akibat rokok maupun gula.***