Terima kasih sudah mengunjungi Satukota.com

DMCA  PROTECTED

Sastra  

Elton John Kritik Pemerintah Inggris, Sebut AI Ancam Hak Cipta Musisi Secara Serius

Elton John Kritik Pemerintah Inggris, Sebut AI Ancam Hak Cipta Musisi Secara Serius
Ilustrasi. Sumber: Pixabay/ stevepb

Satukota.com – Penggunaan kecerdasan buatan (AI) di industri musik menuai kontroversi tajam setelah pernyataan keras dari musisi legendaris Elton John.

Kekhawatiran terhadap teknologi modern kian mengemuka di tengah pesatnya perkembangan sistem kecerdasan buatan dalam proses penciptaan karya seni.

Gelombang digitalisasi yang awalnya dianggap membawa efisiensi kini justru memunculkan dilema etis dalam dunia kreatif.

Disandur dari https://incaberita.co.id/category/global/, salah satu yang bersuara lantang adalah Elton John, penyanyi ikonik asal Inggris yang menilai AI telah melampaui batas dan mengancam eksistensi seniman.

Pernyataan itu disampaikan dalam beberapa kesempatan baru-baru ini, saat Elton menyampaikan keprihatinannya terhadap kelambanan pemerintah Inggris dalam menghadapi tantangan baru di era digital.

Ia menilai kurangnya respons cepat terhadap masalah ini bisa berakibat fatal bagi keberlangsungan industri musik dan hak para pencipta karya.

Menurut pengamatan Elton, AI kini sudah mampu menciptakan lagu-lagu baru dengan cara meniru karakteristik dan gaya musik dari karya yang sudah ada sebelumnya.

Sistem tersebut mengolah data dari jutaan lagu yang tersedia secara digital, lalu memprosesnya menjadi komposisi musik baru yang terdengar autentik.

Namun di balik kecanggihan tersebut, tersembunyi potensi pelanggaran hak cipta yang sangat serius.

Musisi tak lagi punya kendali penuh atas karya mereka jika AI bisa meniru atau bahkan menciptakan lagu dengan gaya serupa tanpa persetujuan pemilik asli.

Bukan hanya soal kehilangan royalti, tetapi juga pengakuan terhadap identitas artistik yang selama ini dibangun bertahun-tahun.

Elton John secara eksplisit menyayangkan sikap pemerintah Inggris yang ia anggap masih pasif dalam menyusun aturan hukum yang memadai untuk menanggapi persoalan ini.

Baginya, seni tidak boleh sepenuhnya diserahkan kepada mesin.

Pemerintah, menurutnya, seharusnya menjadi pelindung para kreator, bukan sekadar penonton dalam transformasi digital yang terus berlangsung.

Dalam pernyataannya yang tajam, Elton menekankan pentingnya nilai-nilai orisinalitas, kreativitas, dan penghargaan terhadap karya manusia yang tidak bisa digantikan oleh algoritma.

Ia menegaskan bahwa seni adalah hasil dari pengalaman, emosi, dan perspektif unik, bukan sekadar hasil proses matematika yang dijalankan oleh mesin.

Dunia musik, tambahnya, tengah menghadapi masa kritis di mana perlindungan terhadap hak cipta tidak lagi bisa ditunda.

Elton menyerukan agar regulasi hak cipta diperbarui secara komprehensif, dengan mempertimbangkan kemajuan teknologi tanpa mengorbankan prinsip keadilan bagi seniman.

Ia juga menilai bahwa pembuat kebijakan perlu melibatkan pelaku industri musik dalam proses legislasi agar aturan yang dihasilkan benar-benar aplikatif dan adil.

Tak hanya itu, Elton juga mengingatkan bahwa masalah ini bersifat global.

Negara-negara di dunia perlu bersinergi untuk menyusun kebijakan lintas batas terkait perlindungan kekayaan intelektual di era AI.

Kebijakan yang berbeda-beda antarnegara bisa memicu ketimpangan perlindungan hukum dan memperparah penyalahgunaan teknologi.

Dalam konteks ini, banyak musisi mulai menyuarakan kegelisahan yang serupa, meskipun tak semuanya memiliki platform sebesar Elton John.

Kekhawatiran mereka berangkat dari pengalaman langsung menyaksikan bagaimana AI digunakan untuk menghasilkan karya yang mirip dengan gaya mereka, bahkan tanpa seizin pemilik asli.

Mereka menyebut situasi ini sebagai ancaman serius terhadap masa depan profesi musisi.

Beberapa asosiasi musik pun mulai merumuskan sikap bersama untuk mendorong lahirnya peraturan internasional mengenai batasan pemanfaatan AI dalam proses kreatif.

Di tengah tren ini, publik mulai mempertanyakan: sampai sejauh mana AI boleh dilibatkan dalam dunia seni?

Apakah kemajuan teknologi harus terus dibiarkan tanpa batas, atau perlu disesuaikan dengan prinsip etika dan keadilan?

Pertanyaan-pertanyaan ini mengemuka dan menjadi bahan diskusi hangat di berbagai forum industri musik global.

Apa yang dilakukan Elton John—dengan menyampaikan kritik terbuka terhadap pemerintah—adalah refleksi dari keresahan banyak pihak yang selama ini belum mendapatkan perhatian serius.

Polemik ini juga menjadi cerminan bahwa transformasi digital bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal keberpihakan terhadap manusia di balik karya.

Kesimpulannya, amarah Elton John tidak semata-mata lahir dari keresahan pribadi, tetapi merupakan peringatan kolektif bagi dunia.

Jika hak para seniman tidak dilindungi dengan tegas di era AI, bukan tidak mungkin industri musik akan kehilangan jiwanya.

Momen ini harus menjadi pemicu lahirnya regulasi yang mampu menjaga keseimbangan antara inovasi dan hak cipta, agar seni tetap menjadi ranah manusia dan bukan sekadar data dalam sistem mesin.***

error: Content is protected !!