Satukota.com – Paparan logam berat dari tanah yang tercemar kini menjadi ancaman serius terhadap kesehatan ginjal manusia.
Ancaman tersebut kerap kali luput dari perhatian masyarakat yang hidup di daerah-daerah dengan tingkat pencemaran tanah tinggi.
Padahal, kerusakan fungsi ginjal akibat logam berat berlangsung secara perlahan dan tanpa gejala awal yang jelas.
Tanah yang tercemar logam berat seperti timbal, merkuri, kadmium, dan arsenik umumnya berasal dari aktivitas industri, pertambangan, pertanian intensif, serta pembuangan limbah tidak terkontrol.
Dilansir dari pafiprovinsibengkulu.org, logam-logam ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai jalur, mulai dari konsumsi sayuran yang tumbuh di tanah tercemar, air tanah yang terkontaminasi, hingga udara berdebu yang mengandung partikel logam.
Setelah masuk ke dalam tubuh, logam berat tidak mudah dikeluarkan karena memiliki sifat bioakumulatif, artinya dapat menumpuk dalam jaringan tubuh, termasuk ginjal.
Menurut pafisabangmarauke.org, ginjal sebagai organ ekskresi utama memiliki fungsi menyaring darah dan membuang zat sisa serta racun dari tubuh, sehingga menjadi garda terdepan dalam menghadapi masuknya logam berat.
Namun, justru karena fungsinya tersebut, ginjal rentan terhadap kerusakan akibat akumulasi logam berat dalam jangka panjang.
Kadmium, misalnya, diketahui secara ilmiah dapat merusak nefron —unit penyaring dalam ginjal— sehingga menurunkan efisiensi penyaringan darah dan mengganggu keseimbangan elektrolit tubuh.
Paparan kronis terhadap arsenik juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit ginjal kronis yang dapat berujung pada gagal ginjal.
Sementara itu, timbal dapat menimbulkan stres oksidatif pada jaringan ginjal dan merusak struktur mikroskopis ginjal, terutama pada anak-anak yang lebih rentan karena sistem detoksifikasi tubuh mereka belum sempurna.
Dalam studi terbaru yang dilakukan oleh sejumlah peneliti kesehatan lingkungan, ditemukan bahwa masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah dengan tanah yang memiliki kandungan logam berat tinggi menunjukkan kadar kreatinin darah yang lebih tinggi.
Kadar kreatinin yang tinggi merupakan salah satu indikator awal gangguan fungsi ginjal.
Temuan ini menjadi peringatan bahwa pencegahan harus dimulai dari pemantauan kualitas tanah dan edukasi publik.
Di Indonesia, beberapa kawasan industri tua dan pertambangan diketahui memiliki tingkat cemaran logam berat di tanah yang melebihi ambang batas aman yang ditetapkan WHO dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Sayangnya, pemeriksaan kandungan logam berat pada tanah belum menjadi prosedur standar dalam evaluasi kesehatan lingkungan masyarakat.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam mengendalikan paparan logam berat secara menyeluruh.
Kondisi ini juga menunjukkan bahwa pengelolaan limbah industri dan pertanian di Indonesia masih belum optimal.
Sebagian besar limbah dibuang ke lingkungan terbuka tanpa sistem pengolahan yang memadai, yang akhirnya mencemari tanah dan air tanah di sekitarnya.
Selain itu, kesadaran masyarakat akan bahaya logam berat terhadap kesehatan juga masih rendah.
Banyak keluarga yang tidak mengetahui bahwa konsumsi sayuran dari kebun sendiri bisa mengandung residu logam berat jika tanahnya sudah tercemar.
Fakta ini memperparah potensi risiko paparan logam berat secara diam-diam dalam jangka panjang.
Ahli kesehatan lingkungan menyarankan agar dilakukan deteksi dini terhadap kandungan logam berat dalam tubuh, terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah berisiko tinggi.
Deteksi dapat dilakukan melalui tes darah atau urin yang mengukur kadar logam berat tertentu seperti kadmium, arsenik, atau timbal.
Selain itu, masyarakat juga dianjurkan untuk memeriksa kualitas tanah tempat mereka berkebun atau mengambil air tanah sebagai sumber konsumsi harian.
Penggunaan filter air dan teknik bioremediasi tanah tercemar menjadi salah satu langkah preventif yang bisa dipertimbangkan.
Dalam jangka panjang, pemerintah perlu memperkuat regulasi mengenai pembuangan limbah industri dan memperluas cakupan pemantauan kualitas tanah di seluruh Indonesia.
Sanksi tegas bagi pelaku pencemaran serta insentif bagi pelaku industri yang mengadopsi sistem pengelolaan limbah ramah lingkungan juga penting dilakukan.
Penting bagi setiap individu untuk mulai waspada terhadap bahaya logam berat dari lingkungan sekitar karena dampaknya terhadap kesehatan tidak terjadi seketika, melainkan akumulatif dan berbahaya.
Kesadaran kolektif, regulasi yang kuat, serta pemantauan berkelanjutan menjadi kunci dalam menjaga fungsi ginjal masyarakat dari ancaman logam berat yang tersembunyi di dalam tanah tercemar.***