Terima kasih sudah mengunjungi Satukota.com

DMCA  PROTECTED

Apakah Tersengat Listrik DC Bisa Sebabkan Kematian?

Apakah Tersengat Listrik DC Bisa Sebabkan Kematian
Ilustrasi. Sumber: Pixabay/ magica

Satukota.com – Kasus sengatan listrik arus searah (DC) kerap diabaikan dibandingkan arus bolak-balik (AC), padahal potensi bahayanya tetap nyata.

Meski penggunaan listrik DC lebih umum di perangkat elektronik, bukan berarti dampaknya tidak bisa fatal.

Terlebih dalam sistem tenaga surya, kendaraan listrik, dan industri modern, arus DC kini menjadi bagian penting dari kehidupan.

Dalam sejumlah kasus, masyarakat cenderung lebih familiar dengan sengatan listrik AC karena penggunaannya lebih luas dalam jaringan PLN.

Namun, teknologi masa kini membuat arus DC semakin sering ditemukan, bahkan dalam lingkungan rumah tangga.

Penerapan sistem solar panel, charger ponsel, baterai lithium, hingga kendaraan listrik menjadikan DC bukan lagi fenomena langka.

Salah satu perbedaan utama antara arus searah (DC) dan arus bolak-balik (AC) terletak pada cara mereka mengalir.

DC mengalir dalam satu arah konstan, sedangkan AC berosilasi maju mundur.

Perbedaan ini memberi pengaruh langsung terhadap dampak fisiologis saat tubuh manusia tersengat listrik dari kedua jenis tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Occupational Safety and Health Administration (OSHA) di Amerika Serikat mengungkap bahwa sengatan listrik DC dapat menyebabkan luka bakar internal yang serius.

Dalam skenario terburuk, paparan listrik DC tegangan tinggi mampu memicu kegagalan fungsi organ vital akibat kontraksi otot yang ekstrem dan gangguan ritme jantung.

Meskipun sengatan listrik DC tegangan rendah seperti dari baterai ponsel biasanya hanya menimbulkan kesemutan ringan, potensi bahaya tetap ada jika arusnya cukup besar dan menyentuh bagian tubuh yang sensitif.

Misalnya, jika seseorang menyentuh terminal baterai lithium 48 volt atau lebih dengan tangan basah, risiko kejut listrik meningkat secara signifikan.

American Heart Association mencatat bahwa aliran arus listrik di atas 100 mA (miliampere) yang melewati jantung dapat memicu fibrilasi ventrikel—gangguan ritme jantung yang mematikan.

Menurut pafibanjarlama.org, arus DC, meskipun tidak menyebabkan kejang otot seperti AC, tetap mampu mengunci otot dalam posisi tegang dan memperpanjang waktu kontak dengan sumber listrik.

Kondisi ini memperbesar risiko luka bakar dan kerusakan jaringan lebih dalam.

Salah satu aspek yang kerap diabaikan adalah bagaimana tubuh manusia bereaksi terhadap frekuensi nol pada DC.

Karena arus DC tidak memiliki frekuensi, tubuh manusia tidak mengalami gangguan saraf seperti pada frekuensi AC (50-60 Hz), namun hal ini membuat luka lebih dalam dan proses pelepasan dari sumber lebih sulit karena otot tetap tegang tanpa jeda.

Di sektor industri, kasus kematian akibat sengatan DC umumnya terjadi saat pekerja melakukan pemeliharaan sistem baterai atau panel surya tanpa perlindungan yang memadai.

Insiden seperti itu menunjukkan bahwa arus DC di atas 120 volt sudah termasuk kategori berbahaya dan bisa menyebabkan kematian bila mengenai jantung atau otak.

Di Indonesia sendiri, laporan resmi tentang kematian akibat listrik DC masih jarang terdokumentasi secara publik.

Namun, komunitas teknisi kendaraan listrik dan penggiat energi terbarukan telah mengingatkan bahwa baterai kendaraan listrik yang memuat ratusan volt sangat berbahaya jika tidak ditangani dengan standar keamanan yang benar.

Bahkan, saat terjadi kecelakaan lalu lintas pada kendaraan listrik, ada potensi korsleting sistem DC yang bisa membakar pengemudi jika terjadi kontak langsung.

Kesadaran publik terhadap bahaya arus DC masih sangat rendah.

Banyak orang menganggap bahwa selama tidak berurusan dengan kabel PLN, maka risiko kejut listrik tidak signifikan.

Padahal, sistem seperti power bank, baterai UPS, hingga sistem tenaga surya rumahan kini memuat arus DC dalam jumlah besar yang bisa membunuh bila digunakan secara ceroboh.

Perlu edukasi lebih luas mengenai protokol keselamatan ketika bekerja atau bersentuhan dengan sistem listrik DC, baik di rumah maupun di tempat kerja.

Langkah-langkah seperti menggunakan sarung tangan isolator, menghindari tangan basah, serta memutus arus sebelum bekerja perlu dijadikan kebiasaan dasar.

Untuk industri dan teknisi, penggunaan alat pelindung diri (APD) dan penerapan prosedur standar operasi wajib ditegakkan secara ketat demi menghindari kecelakaan fatal.

Melalui edukasi, regulasi yang tepat, dan kesadaran individu terhadap potensi bahaya listrik DC, banyak kecelakaan dapat dicegah.

Dengan meningkatnya penggunaan perangkat berbasis DC dalam kehidupan sehari-hari, penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa meskipun berbeda dari AC, sengatan listrik DC tetap dapat mematikan bila tidak ditangani dengan benar.***