Satukota.com – Seorang chef hotel di Bandung Barat ditangkap aparat kepolisian setelah terbukti memproduksi narkotika golongan satu dalam bentuk cairan sintetis siap edar.
Penangkapan ini mengungkap fakta mengejutkan di balik profesi yang seharusnya menjunjung tinggi higienitas dan kepercayaan publik.
Identitas pelaku terungkap setelah polisi mendalami kasus awal yang menjerat seorang rekannya.
Penggerebekan dilakukan pada sebuah rumah kontrakan di kawasan Cimahi Tengah yang baru sehari ditempati oleh para tersangka.
Dalam operasi yang dilakukan pada Selasa, 15 April 2025, pukul 16.00 WIB, Satuan Narkoba Polres Cimahi berhasil membekuk tiga pria yang berperan aktif dalam memproduksi cairan tembakau sintetis, salah satu jenis narkotika golongan satu.
Ketiga pelaku yang berhasil diamankan yakni DAP, SH, dan MR.
DAP diketahui bekerja sebagai juru masak di salah satu hotel berbintang di kawasan Bandung Barat.
Aktivitas ilegal tersebut dilakukan secara tersembunyi di sebuah rumah kontrakan di Jalan Cisangkan Hilir, Gang Bakti IX RT 02/18, Kelurahan Padasuka, Kecamatan Cimahi Tengah, Kota Cimahi.
Berdasarkan keterangan pihak kepolisian, rumah tersebut baru ditempati para pelaku selama satu hari sebelum akhirnya digerebek.
Kronologi penangkapan berawal dari tertangkapnya SH terlebih dahulu oleh petugas kepolisian.
Dari penangkapan SH inilah penyidik mengembangkan informasi hingga akhirnya berhasil mengungkap jaringan serta lokasi produksi.
Setelah dilakukan pendalaman, dua pelaku lainnya, MR dan DAP, juga berhasil diamankan tanpa perlawanan berarti.
Kapolres Cimahi, AKBP Niko N. Adi Putra, menjelaskan bahwa dalam penggerebekan tersebut ditemukan cairan narkotika jenis sintetis dengan jumlah yang cukup signifikan.
Total cairan yang berhasil diamankan sebanyak 1.350 mililiter.
Cairan tersebut diketahui dapat diolah menjadi sekitar 3,5 kilogram tembakau sintetis.
Kapolres juga menyoroti nilai ekonomi dari barang terlarang ini yang tergolong tinggi.
Untuk satu botol kecil berisi 5 mililiter cairan, para pelaku menjualnya seharga Rp1 juta.
Sementara botol berisi 10 mililiter dihargai Rp2 juta.
Hal ini menunjukkan bahwa selain berbahaya, peredaran tembakau sintetis juga melibatkan perputaran uang yang tidak sedikit.
Polisi menduga para tersangka telah menjalankan usaha gelap ini lebih dari satu bulan sebelum berpindah-pindah tempat untuk menghindari pantauan aparat.
Strategi berpindah lokasi menjadi pola umum yang digunakan oleh jaringan narkotika agar aktivitasnya tidak mudah terdeteksi.
Meski belum diungkap secara detail terkait tempat kerja DAP, keterlibatan seorang pekerja hotel dalam produksi narkoba memunculkan pertanyaan tentang pengawasan internal terhadap karyawan di industri perhotelan.
Kegiatan produksi dilakukan secara manual dengan alat-alat yang terbilang sederhana namun mampu menghasilkan cairan dalam jumlah besar.
Hal ini menunjukkan bahwa industri gelap narkotika kini semakin mudah diakses oleh pihak-pihak yang memiliki keahlian tertentu, bahkan yang berasal dari profesi yang tak terduga.
Ketiga tersangka saat ini ditahan dan sedang menjalani proses penyidikan lebih lanjut oleh pihak kepolisian.
Mereka dijerat dengan pasal berat yaitu Pasal 114 ayat (2) dan atau 112 ayat (2) dan atau Pasal 113 ayat (1), serta Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Selain itu, penyidik juga mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2023 yang memperbarui penggolongan narkotika.
Ancaman hukuman terhadap ketiganya cukup berat, yakni pidana penjara paling singkat 6 tahun dan paling lama seumur hidup.
Kasus ini menambah daftar panjang penyalahgunaan profesi untuk kejahatan narkotika, serta menjadi peringatan serius bagi semua pihak agar lebih waspada terhadap potensi penyimpangan.
Seperti yang diungkap oleh paficiruas.org, penyalahgunaan obat-obatan bisa berakibat fatal baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.***